“Mama, ada smartphone dijual murah, beliin dong,” seorang anak merengek pada ibunya yang baru saja pulang kerja.
“Di mana?”
“Di Facebook,” jawab si anak.
Bagaimana respon Anda jika Anda lah ibu si anak? Tergoda untuk membelikan, penasaran lalu ingin melihatnya, atau langsung tak percaya?
Firma keamanan online Vaksin.Com belum lama ini mengidentifikasi 34 situs toko onlline palsu. Situs belanja online fiktif ini mempromosikan dirinya di Facebook dan jejaring sosial lain. Targetnya adalah pengguna internet yang masih sangat awam, mudah diperdaya, mudah diiming-imingi produk gadget canggih.
Pernah melihat tawaran iPhone yang hanya dibandrol dengan harga Rp. 3 juta saja? Si penjual mengatasnamakan dirinya sebagai pedagang online yang berlokasi di Batam.
Nama Batam di sini biasanya sering dipakai dengan alasan tempat itu identik dengan barang-barang elektronik berharga miring karena bebas pajak, atau hasil dari pasar gelap. Ini adalah cara untuk mengelabui agar calon korban mengira produk itu bisa dijual murah, sebab berasal dari pasar gelap.
Untuk pengguna usia dewasa tentu masih bisa berpikir, bagaimana mungkin ada gadget canggih yang dijual setengah harga? Kalaupun berasal dari pasar gelap alias black market, semestinya tidak semiring itu harganya. Apakah produknya bisa dipertanggungjawabkan? Jangan-jangan penjualnya hanya penipu?
Betul, sebanyak 90% toko online yang mengatasnamakan Batam adalah palsu, demikian menurut data yang dilansir Vaksin.Com belum lama ini. Nama lain yang sering dipakai adalah Roxy Mas dan Bali.
Namun untuk pengguna anak-anak dan usia remaja, tidak akan berpikir sejauh itu. Mereka akan mudah tergiur dengan gadget-gadget canggih yang sedang tren yang ditawarkan. iPad, iPhone, MacBook Pro, aneka tablet PC Android yang memukau, rasanya semua ingin dimiliki, agar tak kalah saing dengan teman-temannya. Dan begitu mereka melihat ada tawaran dengan harga miring, langsung tergoda.
Hal pertama yang akan mereka lakukan adalah membujuk orang tua untuk membelikan produk itu. Jika orang tua tidak mau membelikan, maka bukan tak mungkin mereka akan nekad berbelanja sendiri menggunakan kartu ATM atau kartu kreditnya. Dan ketika transaksi dilakukan, si anak sudah sukses masuk ke dalam cengkeraman sang penipu. Uang yang mereka transfer akan hilang begitu saja, sementara produk yang dibeli tidak pernah tiba. Lebih dari itu, semua data personal dan finansial anak dan keluarga akan ditampung dalam database si penipu, untuk kelak dimanfaatkan dalam tindak kejahatan.
Mengerikan, bukan?
Bagaimana agar mereka tidak sampai melangkah sejauh itu? Jangan tunggu anak Anda sampai membujuk lebih dulu. Begitu tahu mereka sudah aktif di sosial media, segera ceritakan tentang sepak terjang toko-toko online palsu, dan bagaimana mereka mencari korban. Semua berita seputar kasus penipuan toko online bisa dengan mudah di-googling.
Tekankan bahwa anak-anak usia remaja dan pengguna internet awam adalah target utama para penipu online. Menurut internetworldstats.com, pengakses internet Indonesia per 30 Juni 2012 mencapai angka 55 juta pengakses dengan pemilik akun Facebook 51 juta akun. Tentu angka ini sangat menggiurkan bagi penipu online.
Selalu sampaikan kepada anak-anak Anda, baik itu yang masih usia belia atau remaja, bahwa internet bukan tempat yang 100% aman.